Petang itu, Selasa 26 Oktober 2010 pukul 17.02 Waktu Indonesia Barat, Merapimuntab. Gunung itu mulai memuntahkan awan panas mematikan, ‘wedus gembel’, lalu sesaat kemudian, kolom asap setinggi 1,5 kilometer melangit dari kawah.
Dalam kondisi gelap gulita karena listrik mati, warga yang panik berusaha menyelamatkan diri. Teriakan dan perintah mengungsi beradu dengan suara sirine yang berpekik meraung.
Tak semua warga selamat, letusan Merapi merenggut 35 jiwa, termasuk sang kuncen,Mbah Maridjan, juga sahabat kami, RedakturVIVAnews.com, Yuniawan Wahyu Nugroho.
Wedus gembel juga menerjang pohon, bangunan dan hewan ternak. Kampung Mbah Maridjan di Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, porak poranda dikubur abu panas. Dan abu tebal itu membuat segalanya nampak putih kecoklatan. Nyaris semua bangunan hancur, kecuali masjid kampung yang masih berdiri tegak meski tak lagi utuh.
Letusan sudah usai, namun Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surono, mengingatkan agar semua pihak terutama masyarakat sekitar gunung Merapi Yogyakarta senantiasa siaga.
Meski terlihat tenang, sejatinya ancaman Merapi masih mengintai. "Diamnya ini ada apa, apakah mengumpulkan tenaga lagi, belum kita ketahui. Kita tidak boleh lengah, bencana justru terjadi karena kita lengah, kata Surono kepada VIVAnews, Rabu 27 Oktober 2010.
Soal Merapi, para pengamat gunung berapi memang berpacu dengan waktu. Proses menuju erupsi terhitung sangat cepat. Data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mencatat, perubahan status dari Normal menjadi Waspada terjadi pada tanggal 20 September 2010.
Sebulan kemudian, pada 21 Oktober 2010, statusnya berubah menjadi Siaga, dan kemudian menjadi Awas – level tertinggi—empat hari kemudian pada 25 Oktober 2010, hanya sehari sebelum Merapi ‘batuk’.
Waspada delapan gunung
Merapi adalah satu dari gunung berapi di negeri ini yang paling sering "batuk". Para ahli gunung berapi mengelompokannya dalam gunung berapi yang sering meletup itu dalam kategori A. Sedang gunung berapi yang tidak aktif dikelompokan dalam gunung kategori B.
Sejumlah gunung berapi tipe A itulah yang selama ini diawasi oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Dengan meletusnya Gunung Sinabung yang masuk kategori B, Minggu 29 Agustus lalu, maka pemerintah juga sudah mewaspadai gunung kategori B.
Dan kini delapan gunung kategori A, sudah masuk dalam tahap waspada. Gunung-gunung itu adalah Sinabung, Gunung Talang, Gunung Anak Krakatau, Gunung Papandayan, Gunung Slamet, Gunung Dieng, Gunung Semeru, dan Gunung Bromo.
Ada satu gunung lagi yang lebih tinggi levelnya yakni Gunung Karangetang di Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara. Gunung ini berstatus Siaga. Gunung ini pernah meletus pada Jumat 6 Agustus 2010. Merapi, Karangetang dan 8 delapan gunung itu, kini dipantau ketat pemerintah.
Selain dipantau ketat, warga di sekitar juga bersiaga, sebab aktivitas gunung-gunung itu sulit diprediksi. ” Status waspada kita berikan karena kawah gunung tidak dalam kondisi aman untuk didekati,” kata Kepala Sub Bidang Pengamatan Gunung Api Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Geologi Kementerian ESDM, Agus Budianto, kepada VIVAnews.com, Jumat 29 Oktober 2010.
Gunung Anak Krakatau, semenjak 2007 kerap mengeluarkan lava pijar, walau volumenya masih rendah. Letusan kecil juga sering terjadi. Untuk sementara, jika letusan masih kecil, tidak berbahaya. Sebab, kata Agus, "Pemukiman terdekat jaraknya sekitar 46 kilometer."
Gunung yang belakangan juga sering "batuk" adalah Semeru di Jawa Timur. Semeru kini giat membangun kubah lava, yang terkadang diikuti guguran lava pijar dan hujan abu.
"Ini masih mirip-mirip Merapi sedikit. Bedanya, kalau model Merapi, kita jarang melihat aktivitas letusan terus menerus. Kalau Semeru sering, tetapi tidak berbahaya," katanya.
Agus menambahkan bahwa jika dilihat dari aktivitas tremor, trennya memang meningkat. Tapi masih dalam status waspada. Untuk itulah warga diminta menjauh dari puncak Semeru.
Pemerintah Jawa Timur tak mau kecolongan. Kini mereka bersiaga menghadapi segala kemungkinan terburuk – pasca meletusnya Merapi.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Jawa Timur, sudah melakukan sejumlah langkah.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Jawa Timur, sudah melakukan sejumlah langkah.
"Kami sudah sosialisasikan kepada masyarakat soal status Waspada sehingga diharapkan tidak ada korban," kata Kepala BPBD Jatim, Siswanto, Kamis 28 Oktober 2010. Sarana dan prasarana disiapkan, misalnya, pusat informasi bencana, lokasi penampungan, puskesmas, angkutan evakluasi, juga masker.
Bumi bergerak
Memang tak ada kaitan antara letusan Gunung Merapi dengan peningkatan aktivitas delapan gunung itu. Namun, menurut Agus Budianto, dinamika bumi bisa membuat gunung-gunung itu saling terkait.
Bumi yang kita huni ini terus bergerak. Dan pergerakan itu, kata Agus, tidak bisa diprediksi, tapi bisa saja membuat meningkatkan aktivitas gunung-gunung itu secara bersamaan. Agus menegaskan bahwa, "Konsekuensi pergerakan lempengan dan gempa tektonik bisa memicu letusan gunung berapi."
Analisa yang sama juga disampaikan Surono. Gempa bumi tektonik bisa merangsang letusan gunung berapi. Batavia, yang kini bernama Jakarta, pernah babak belur dihajar gempa. Dua diantaranya terjadi tahun 1699 dan tahun 1883. Gempa tahun 1699 diikuti letusan Gunung Salak. Gempa tahun 1883 diikuti amukan Krakatau.
"Kalau gempa vulkanik tidak merusak, sebab, maksimal kekuatannya 2 skala Richter," kata Surono, Senin 26 Juli 2010 malam. Misalnya, tambah dia, meletusnya Gunung Talang dipicu gempa Mentawai 2004.
Indonesia adalah negeri kaya sumber daya alam. Jumlah tenaga geothermal atau panas bumi negeri merupakan 40 persen dari yang ada di seluruh dunia. Tapi resikonya juga besar. Berdiri di jalur lingkaran "cincin api" atau ring of fire membuat negeri ini jadi langganan bencana. Dari gempa hingga letusan gunung.
0 komentar:
Posting Komentar